flash ads

Kronologi 25 Tahun Sastra Lesbian di Indonesia

Buku-buku lesbian termasuk salah satu genre yang menjadi lirikan saya
setiap kali ke toko buku. Terutama buku-buku fiksi. Saat melihat kembali
buku-buku yang berderet di rak buku, tangan saya menelusuri buku-buku
tersebut dan mata saya membaca kembali tulisan-tulisan yang tertera di
dalamnya sehingga terbersit niat untuk membuat semacam kronologi singkat
sejarah sastra lesbian di Indonesia selama 25 tahun. Yah, sekalian buat
hadiah ultah pertama Sepoci Kopi. :)

*Relung-Relung Gelap Hati Sisi - Mira W. (1983)*

Dimulai pada tahun 1983, ketika Mira W. menerbitkan /Relung-Relung Gelap Hati
Sisi /yang menjadikannya novel populer pertama di Indonesia yang
mengangkat isu lesbian. Buku ini mengisahkan sepasang gadis SMA bernama
Sisi dan Airin yang jatuh cinta terhadap satu sama lain, namun
memutuskan untuk membunuh hasrat tersebut. Airin memutuskan pergi ke
Amerika, sementara Sisi berkonsentrasi pada kuliah kedokteran. Namun
cinta mereka terlalu besar untuk dipadamkan begitu saja dan baik Sisi
maupun Airin tidak bisa melupakan cinta mereka. Hingga bertahun-tahun
kemudian Sisi dan Airin bertemu lagi ketika Airin menjadi pasien, dan
Sisi menjadi dokter.

Sampai saat ini, /Relung-Relung Gelap Hati Sisi /masih terus dicetak
ulang dan mencapai cetakan ketujuh. Mira W. Sendiri adalah salah satu
pengarang senior papan atas Indonesia yang sudah berkarya selama lebih
dari 30 tahun dan telah menghasilkan lebih dari 70 buku. Kisah cinta
Airin dan Sisi dalam novel yang terbit pertama kali 25 tahun lalu masih
menjadi kisah yang relevan untuk dibaca sampai zaman sekarang tidak
hanya oleh pembaca lesbian, namun juga untuk pembaca heteroseksual.


*/Menguak Duniaku: Kisah Sejati Transeksual/ - R. Prie Prawirakusumah
dan Ramadhan KH (1988)*
/Menguak Duniaku: Kisah Sejati Transeksual /pertama kali terbit tahun
1988, ditulis oleh R. Prie Prawirakusumah dan Ramadhan KH. Buku ini
dicetak ulang dengan beberapa revisi di sana-sini pada tahun 2005.
Mungkin buku ini akan “lewat” begitu saja dan hanya akan jadi buku ala
biografi yang dipandang sebelah mata jika bukan ditulis oleh Ramadhan
KH. Ramadhan KH. adalah sastrawan terkemuka yang telah menulis puluhan
biografi orang penting, termasuk biografi Soekarno dan yang biografi
terakhir sebelum Ramadhan KH. meninggal dunia tahun 2006 lalu adalah
biografi Adnan Buyung Nasution, yang ditulisnya bersama Nina Pane.

/Menguak Duniaku /adalah novel semi-biografi yang berkisah tentang
perempuan bernama Hen yang merasa terlahir di tubuh dan kelamin yang
salah. Meskipun lahir sebagai perempuan, Hen merasa dirinya 100%
laki-laki, dan jatuh-bangun dalam menjalin cinta dengan perempuan. Hen
berusaha menjalani operasi ganti kelamin agar bisa menjadi lelaki
sejati, namun apa dinyana tubuhnya dianggap tidak bisa menjalani operasi
besar tersebut dan terpaksa harus tetap menjalani hidup sebagai
“perempuan”. /Menguak Duniaku /adalah novel tentang kisah transeksual
yang ditulis dengan baik, dan tidak hanya semata-mata curhat tentang
derita menjalani hidup sebagai transeksual.

*/Saman - /Ayu Utami (1998)*
/Saman /sesungguhnya bukan novel lesbian, tapi tidak menyebut /Saman
/dalam konteks ini rasanya tidak fair. Novel ini mengangkat nama Ayu
Utami, sang penulisnya, ke level tertinggi dunia sastra Indonesia. Empat
perempuan dalam /Saman /ditampilkan dengan karakter yang berbeda.
Yasmin, Cok, Laila, dan Shakuntala adalah perempuan-perempuan yang
mengalami “kegelisahan” seksual. Ada perempuan yang tidur dengan suami
orang, perempuan yang tidur dengan pastor, perempuan yang menganut paham
seks bebas, dan perempuan yang biseks. Konsep novel dengan perempuan
baik hati dan cantik, yang menunggu cinta dari lelaki dihancurkan
habis-habisan di sini. Dalam /Saman/, tokoh-tokoh perempuan memegang
kendali atas tubuhnya sendiri dan melakukan pengambilan keputusan atas
dasar itu.

/Saman /adalah novel yang terbit dalam momen yang teramat tepat, yaitu
beberapa minggu sebelum kejatuhan Soeharto dan Orba pada bulan Mei 1998.
/Saman /juga menjadi pemenang pertama novel DKJ tahun 1998 serta jadi
novel yang paling dibicarakan satu dasawarsa lalu. Novel ini pula yang
membuka kesempatan bagi penulis-penulis perempuan dengan tema-tema
“berani”. Buku ini pula yang membuka pintu kesempatan untuk tokoh-tokoh
lesbian atau gay menjadi karakter penting dalam novel. Kehadiran /Saman
/melahirkan generasi perempuan penulis yang tidak malu buka-bukaan dan
menelanjangi perempuan (dan laki-laki) habis-habisan dalam tulisan
mereka serta membuka mata penerbit di Indonesia untuk menerbitkan
tema-tema yang di luar garis.

Kumpulan Cerita Perempuan di Garis Pinggir/ - Ratri M. (2000)

Walaupundengan segala keterbatasan yang ada /Lines: Kumpulan Cerita Perempuan di
Garis Pinggir /karya Ratri M. yang diterbitkan secara indie tahun 2000
adalah kumpulan cerpen lesbian pertama di Indonesia. Kumpulan cerpen ini
terbagi atas tiga bagian Kasih, Keraguan, dan Penantian. Hampir semua
cerpen di sini ditulis dengan gaya bercerita ala “curhat” yang banyak
berisi kegalauan dan kegelisahan sebagai lesbian. Kebingungan dan
keresahan sebagai lesbian disampaikan dengan jelas di sini.

Ratri M. tidak berusaha sok nyastra dalam kumpulan cerpen ini dan
menjadikan kesederhanaan sebagai hal yang ditonjolkannya. Realitas yang
diangkat dalam cerpen-cerpen ini terasa amat “sehari-hari”. Kau bisa
menemukan kisah yang ada di sini pada lesbian tetanggamu atau sahabat
lesbianmu atau bahkan pada dirimu sendiri. Membaca kumpulan cerpen ini
seakan berkaca pada dunia abu-abu lesbian.

*Jangan Beri Aku Narkoba - Alberthiene Endah (2004)*

Terbitpertama kali pada tahun 2004, /Detik Terakhir (d/h Jangan Beri Aku
Narkoba) /adalah novel yang menjadi inspirasi film berjudul /Detik
Terakhir /dengan peran utama Cornelia Agatha dan Sausan. Novel ini
bercerita tentang gadis remaja bernama Arimbi yang berasal dari keluarga
/broken home /hingga kemudian dia lari pada narkoba. Kasih sayang yang
didambakan Arimbi akhirnya dia temukan pada diri Vela. Buku ini tidak
terjebak dalam paradigma bahwa lesbian dan narkoba adalah semacam
simbiosis. Justru cinta antara Arimbi dan Vela-lah yang membuat mereka
mau berusaha keras melepaskan diri dari jerat narkoba. Hebatnya, buku
ini memberikan kejutan manis kepada pembaca novel di Indonesia dengan
menjadi pemenang I Adikarya Ikapi sebagai buku remaja terbaik tahun 2005.

Selain dikenal sebagai novelis, Alberthiene Endah sudah malang melintang
di dunia media selama 15 tahun dan menjadi pemimpin redaksi majalah
/Prodo /serta dosen jurnalistik. Spesialisasi lainnya adalah menulis
biografi dan skenario. Biografi KD, Venna Melinda, Raam Punjabi, dan
Chrisye adalah hasil buah tangannya. Buku-bukunya kerap diangkat ke
layar film dan TV, di antaranya /Detik Terakhir /dan /Dicintai Jo/, yang
dua-duanya bertema lesbian. Sebelumnya Alberthiene Endah juga mengarang
sebuah novel lesbian bergenre MetroPop berjudul /Dicintai Jo /pada tahun
2005.

*/Dicintai Jo /- Alberthiene Endah (2005)*

Ditulis dengan bahasa zaman sekarang yang ngepop dan gurih tidak membuat
/Dicintai Jo /terperosok jadi novel garing yang nggak penting. Novel ini
menghadirkan sosok lesbian butch yang keren, kaya, dan baik hati.
Pokoknya sosok butch impian deh. Dan Jo ini mencintai Santi---tokoh
utama dalam novel ini---yang sayangnya adalah /straight/. Namun Jo tidak
kemudian serta-merta berubah jadi lesbian sakit jiwa yang obses terhadap
perempuan straight yang jadi objek cintanya, sebagaimana /image /yang
sering ditampilkan dalam koran-koran lampu merah. Dia tetap jadi Jo yang
keren, kaya, dan baik hati, menjadikannya sebagai ikon lesbian butch
yang sehat dan menyenangkan. Hingga tulisan ini dibuat, /Dicintai Jo
/dan /Jangan Beri Aku Narkoba /masing-masing sudah memasuki cetakan
ketiga dan mencapai oplah @15.000 eksempar hingga kini.

*Rahasia Bulan - Is Mujiarso (ed.) (2006)*
Bicara soal literatur queer, jelas kita tidak bisa meninggalkan antologi
/Rahasia Bulan/. Ini adalah kumpulan cerpen antologi pertama bertema
LGBT yang terbit pada tahun 2006. Cerpen-cerpen di dalamnya ditulis oleh
sederetan penulis “beken” dan “pemula” dalam konsep yang
mencampuradukkan gaya “sastra”, “pop” dan “in-between”.

Gado-gado jelas menjadi kekuatan dan kelemahan antologi ini. Alasan
pemilihan cerpen tampak rancu, tidak jelas apakah cerpen-cerpen yang
termuat di sini dipilih berdasarkan pengarangnya atau cerpennya itu
sendiri. Tidak semua pengarangnya adalah gay/lesbian, dan tidak semua
cerpennya pernah dimuat di media massa. Akan tetapi kegado-gadoan itu
pula yang menjadi kekuatan karena antologi ini dalam niatannya untuk
menampung segala aspek yang ada dalam sastra queer. Dan /Rahasia Bulan
/juga lahir berdasarkan semangat mengusung tema LGBT sehingga menjadi
satu antologi yang kehadirannya layak dicatat dalam catatan sejarah
literatur Indonesia.

*/Gerhana Kembar /- Clara Ng (2007)

/Gerhana Kembar /mungkin cerita lesbian yang dibaca oleh pembaca
terbanyak di Indonesia sejak Oktober 2007, karena sebelum diterbitkan
menjadi novel, /Gerhana Kembar/ menjadi cerita bersambung di harian
/Kompas/. Secara hitungan kasar, puluhan ribu pembaca, entah itu pembaca
homoseksual atau heteroseksual, membacanya setiap hari.

Novel kesembilan karya Clara Ng ini dibuat dengan kisah pararel antara
tahun 1960-an dan masa sekarang. Sebuah naskah tua dan lembaran-lembaran
surat yang ditemukan seorang editor bernama Lendy perlahan-lahan membuka
tabir rahasia hidup neneknya. Naskah itu pula yang membuat Lendy
menelusuri kembali jejak masa lalu Nenek dan ibunya dan membantu Lendy
menemukan arti cinta yang sebenarnya.

Tulisan di atas hanya menampilkan beberapa novel, kumpulan cerpen, dan
antologi yang mengangkat tema lesbian selama 25 tahun terakhir.
Karya-karya di atas memiliki arti penting karena menjadi pionir dalam
caranya sendiri untuk menembus dunia penerbitan dan sastra Indonesia
yang konon dingin dan tak terjangkau. Dan kini menapaktilas kembali
sejarah panjang dunia sastra kita, kita bisa melihat jejak kehadiran
buku-buku tersebut dalam dunia sastra (lesbian) Indonesia.

Buku-buku yang memiliki unsur lesbian, baik itu dalam tema utama ataupun
tokoh sekunder, merupakan suatu cara untuk menunjukkan visibilitas
lesbian di Indonesia. Fiksi menggunakan medium seni untuk menjangkau
yang tidak terjangkau melalui gerakan non-seni. Dan meminjam kata
pepatah, selama 25 tahun tampak bahwa "mata pena (ternyata) lebih tajam
daripada mata pedang."

No Response to "Kronologi 25 Tahun Sastra Lesbian di Indonesia"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes